Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), telah mengambil langkah tegas dalam melindungi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dari ancaman yang dihadapinya dari social commerce platform asing, termasuk Project S TikTok. Untuk itu, dibentuklah Satuan Tugas (Satgas) Pecepatan Perlindungan UMKM yang bertugas untuk menghadapi tantangan ini.
Menurut Budi Arie, Menteri Komunikasi dan Informatika, pembentukan Satgas ini dilakukan atas amanat Presiden untuk memberikan perlindungan terhadap UMKM dari ancaman platform social commerce asing. Salah satunya adalah Project S TikTok yang merupakan gabungan dari media sosial dan platform belanja online. Kemunculan platform ini dapat mengancam kelangsungan dan pertumbuhan ekonomi UMKM di Indonesia.
Project S merupakan agenda yang dijalankan oleh platform sosial commerce asal China, TikTok Shop, untuk memperluas bisnisnya di berbagai negara termasuk Indonesia. Melalui Project S ini, TikTok diduga akan menggunakan data mengenai produk yang laris di suatu negara untuk kemudian diproduksi di China, mengancam peluang bisnis dan pertumbuhan UMKM di Indonesia.
Budi Arie menyatakan bahwa tantangan ini memerlukan kerjasama antar-instansi, bukan hanya tanggung jawab Kominfo semata. Oleh karena itu, Satgas yang dibentuk akan melibatkan kementerian dan instansi terkait lainnya untuk merumuskan kebijakan bersama demi menemukan solusi yang tepat.
Salah satu isu yang menjadi perhatian pelaku usaha kecil dan beberapa ekonom adalah revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik. Jika revisi ini tidak segera dilakukan, akan menjadi pukulan berat bagi UMKM, seperti diibaratkan UMKM disuruh berperang tanpa senjata. Eddy Junarsin, ekonom dari Universitas Gajah Mada (UGM), menyoroti agresivitas platform e-commerce dan social commerce asing yang telah menjadikan pasar Indonesia sebagai target utama mereka, termasuk TikTok.
Eddy menekankan bahwa pemerintah harus membatasi transaksi melalui social commerce atau perdagangan elektronik media sosial seperti TikTok Shop hanya untuk produk-produk dengan harga tertentu, misalnya minimal US$100 per produk. Hal ini bertujuan agar produk-produk yang diperdagangkan melalui platform media sosial lebih didominasi oleh produk dalam negeri atau produk UMKM.
Selain regulasi yang tegas, pemerintah juga diharapkan memberikan bantuan teknis seperti pelatihan, bantuan manajemen, pinjaman kredit lunak, dan lain sebagainya untuk memperkuat daya saing UMKM terhadap produk-produk impor. Revisi Permendag 50/2020 diharapkan dapat melindungi industri dalam negeri, termasuk e-commerce lokal, UMKM, dan konsumen dari praktik predatory pricing yang merugikan.
Data dari laporan Momentum Works menunjukkan bahwa konsumen Indonesia telah menghabiskan jumlah yang besar, mencapai USD52 miliar atau sekitar Rp777 triliun untuk berbelanja online pada tahun 2022. Oleh karena itu, langkah-langkah perlindungan dan regulasi yang tepat menjadi sangat penting untuk menghadapi penetrasi social commerce asing dan memastikan UMKM tetap berdaya saing di pasar digital yang semakin kompleks. Revisi Permendag 50/2020 dianggap sebagai langkah awal dalam mengatur model bisnis social commerce sebelum diterbitkan aturan yang lebih detail.
Melalui sinergi antara berbagai kementerian dan lembaga terkait, diharapkan dapat ditemukan solusi yang tepat untuk melindungi UMKM dan menghadapi tantangan dari social commerce asing yang terus berkembang. Dengan perlindungan yang kuat dan dukungan yang memadai, UMKM di Indonesia dapat terus berkembang dan berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi negara.