Contents
Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh terdakwa dalam suatu kasus hukum. PK bertujuan untuk mengajukan banding atas putusan pengadilan dalam sistem peradilan Indonesia.
Peninjauan kembali bisa diajukan apabila ditemukan alasan luar biasa dalam menanggapi Kasasi atau upaya hukum terakhir dan bersifat final. Pada prinsipnya, upaya hukum terakhir adalah kasasi. Namun jika ada alasan tertentu maka bisa dilakukan upaya hukum PK.
Ketentuan atau syarat pengajuan PK perlu diketahui sebagai wawasan dalam persidangan atau proses hukum. Oleh karena itu, mari kita mengenal apa itu Peninjauan Kembali dan aturannya.
Apa Itu Peninjauan Kembali?
Melansir dari laman resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) dan Mahkamah Agung (MA), Peninjauan Kembali atau PK adalah upaya hukum yang diajukan ketika tidak puas dengan putusan kasasi. Putusan kasasi dalam persidangan adalah putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Peninjauan Kembali diajukan oleh terdakwa, pihak yang berperkara atau kuasa hukumnya kepada MA melalui panitera Pengadilan Negeri (PN). Dasar hukum pengajuan PK termuat di dalam Pasal 66 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Alasan Permohonan Peninjauan Kembali
Pengajuan Peninjauan Kembali bisa dilakukan apabila terdakwa memiliki alasan sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang. Dalam Pasal 263 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan permintaan Peninjauan Kembali dilakukan atas dasar:
Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Berapa Kali Bisa Mengajukan Peninjauan Kembali?
Permohonan PK umumnya oleh terdakwa hanya boleh dilakukan satu kali. Meski demikian, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi 34/PUU-XI/2013, Peninjauan Kembali bisa diajukan lebih dari satu kali sepanjang memiliki bukti atau alasan baru berdasarkan ilmu pengetahuan.
MK dalam putusannya menyatakan:
Permintaan Peninjauan Kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja, kecuali terhadap alasan ditemukannya bukti baru berdasarkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diajukan lebih dari sekali.
Alasan MK tentang pengajuan PK:
MK berpendapat bahwa upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali secara historis dan filosofis merupakan upaya hukum yang lahir demi melindungi kepentingan terpidana. Hal itu berbeda dengan upaya hukum biasa yang berupa banding atau kasasi yang harus dikaitkan dengan prinsip kepastian hukum. Sebab, jika tidak adanya limitasi waktu pengajuan upaya hukum biasa itu, maka akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang melahirkan ketidakadilan karena proses hukum tidak selesai.
Upaya hukum luar biasa bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materil. Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali, yang di dalam KUHAP, hanya dapat diajukan satu kali. Mungkin saja setelah diajukannya Peninjauan Kembali dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang substansial, yang baru ditemukan saat Peninjauan Kembali sebelumnya belum ditemukan.
Demikianlah ulasan mengenal Peninjauan Kembali dalam proses hukum atau persidangan. Peninjauan Kembali atau PK merupakan upaya hukum luar biasa yang bisa dilakukan oleh terdakwa apabila tidak terima dengan putusan kasasi serta memiliki alasan yang kuat untuk mengajukannya.